6 Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu-Budha (Bangunan,Seni Rupa,Ukir, Sastra dan Aksara, Sistem Kepercayaan, Pemerintahan)
Halo sobat Artikel Pandai, kali ini kita akan membahas materi pelajaran Sejarah mengenai "Akulturasi Kebudayaan Nusantara". Untuk lebih jelasnya mari kita simak pembahasannya di bawah.
Perhatikan gambar! Informasi apa yang Anda peroleh dari gambar tersebut? Apa hubungan gambar tersebut dengan akulturasi? Gambar itu adalah relief Lalitavistara yang ada di Candi Borobudur. Relief tersebut merupakan salah satu contoh hasil akulturasi antara kebuadayaan Hindu-Budha dan kebudayaan asli Indonesia.
Akulturasi kebudayaan adalah suatu proses percampuran antara unsur-unsur kebudayaan yang satu dan kebudayaan yang lain sehingga membentuk kebudayaan baru. Kebudayaan baru hasil percampuran tersebut tidak kehilangan kepribadian atau ciri khasnya. Oleh karena itu, untuk dapat berakulturasi masing-masing kebudayaan harus seimbang. Berikut akan kita pelajari tentang akulturasi antara kebudayaan Nusantara dan kebudayaan Hindu-Budha.
Dengan masuknya kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia telah memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap kehidupan masyarakat Indoensia. Namun, sebelum masuknya kebudayaan Hindu-Budha, Indonesia telah memiliki kebudayaannya sendiri. Indonesia memiliki local genius. Local genius adalah suatu kecakapan dalam menerima kebudayaan asing dan mnegolahnya menjadi suatu kebudayaan yang selaras dengan kepribadian bangsa. Jadi, dengan masuknya kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia telah memperkaya perbendaharaan kebudayaan Indonesia.
Berikut contoh hasil akulturasi antar kebudayaan Hindu-Buhda dan kebudayaan asl Indonesia.
a. Candi
Salah satu contoh bentuk akulturasi antara kebudayan Hindu-Buhda dan kebudayaan Indonesia adalah Candi Borobudur. Pada hakikatnya bentuk candi Indonesia adalah punden berundak yang merupakan unsur asli Indonesia. CAndi merupakan sebuah bangunan yang berasal dari zaman kekuasaan kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Indonesia. Untuk candi yang mendapat pengaruh Hindu, kata candi berasal dari kata candika yaitu salah satu nama dari dewa Durga (dewi maut). Candi juga berasal dari kata cinadi yang berarti makam. Pembuatan candi pada masa pengaruh Hindu diperuntukan sebagai makam dari orang-orang terkemuka atau para raja yang wafat. Candi dalam agama Budha merupakan sebuah tempat pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa melalui Sang Buhda Gautama.
Perhatikan gambar! Informasi apa yang Anda peroleh dari gambar tersebut? Apa hubungan gambar tersebut dengan akulturasi? Gambar itu adalah relief Lalitavistara yang ada di Candi Borobudur. Relief tersebut merupakan salah satu contoh hasil akulturasi antara kebuadayaan Hindu-Budha dan kebudayaan asli Indonesia.
Akulturasi kebudayaan adalah suatu proses percampuran antara unsur-unsur kebudayaan yang satu dan kebudayaan yang lain sehingga membentuk kebudayaan baru. Kebudayaan baru hasil percampuran tersebut tidak kehilangan kepribadian atau ciri khasnya. Oleh karena itu, untuk dapat berakulturasi masing-masing kebudayaan harus seimbang. Berikut akan kita pelajari tentang akulturasi antara kebudayaan Nusantara dan kebudayaan Hindu-Budha.
Dengan masuknya kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia telah memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap kehidupan masyarakat Indoensia. Namun, sebelum masuknya kebudayaan Hindu-Budha, Indonesia telah memiliki kebudayaannya sendiri. Indonesia memiliki local genius. Local genius adalah suatu kecakapan dalam menerima kebudayaan asing dan mnegolahnya menjadi suatu kebudayaan yang selaras dengan kepribadian bangsa. Jadi, dengan masuknya kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia telah memperkaya perbendaharaan kebudayaan Indonesia.
Berikut contoh hasil akulturasi antar kebudayaan Hindu-Buhda dan kebudayaan asl Indonesia.
1. Seni Bangunan
Di Indonesia pada umumnya bangunan candi merupakan bentuk akulturasi antara unsur budaya Hindu-Budha dan unsur budaya Indonesia asli. Bangunan yang megah, patung-patung perwujudan dewa atau Budha, serta bagian-bagian candi stupa adalah unsur-unsur dari India.a. Candi
- Contoh candi Hindu adalah Candi Prambanan, Candi Kalasan, Candi Gebang, kelompok Candi Dieng, Candi Gedong Songo, Candi Panataran, dan Candi Cangkuang.
- Adapun contoh candi Budha adalah Candi Borobudur, Candi Sewu, Candi Sari, Candi Plaosan, Candi Banyunibo, Candi Sumberawan, dan Candi Muara Takus.
Pada umumnya banguna candi terdiri dari tiga bagian sebagai berikut.
- Bhurloka, adalah bagian bawah candi yang melambangkan kehidupan dunia fana.
- Bhuvarloka, adalah bagian candi yang melambangkan tahap pembersihan dan pemurnian jiwa.
- Svarloka, melambangkan tempat para dewa atau jiwa yang telah disucikan.
b Stupa
Bangunan stupa pada masa India Kuno digunakan sebagai makam atau tempat penyimpanan abu kalangan bangsawan/tokoh tertentu. Berikut tiga bagian dari bangunan stupa.
- Andah, melambangkan dunia bawah tempat manusia yang masih dikuasai hawa nafsu.
- Yanthra merupakan suatu benda untuk memusatkan pikiran saat bermeditasi.
- Cakra, mlembangkan nirwana tempat para dewa.
Jika dibandingkan dengan di India dan Asia Timur, bangunan stupa di Indonesia memiliki kekhasan tersendiri. Di tempat lain bangunan stupa berdiri sendiri, sedangkan di Indonesia bangunan stupa menjadi bagian dari candi atau kompleks candi tertentu.
2. Seni Rupa dan Seni Ukir
Masuknya pengaruh India juga membawa perkembangan dalam bidang seni rupa, seni pahat, dan seni ukir. Hal tersebut dapat dilihat pada relief atau seni ukir yang dipahatkan pada bagian dinding-dinding candi, contohnya relief yang dipahatkan pada dinding pagar langkan di Candi Borobudur yang berupa pahatan riwayat Sang Budha.
Berikut relief yang ada di Candi Borobudur
a. Relief Karmawibhanga
menceritakan sebab akibat perbuatan baik dan buruk manusia. Dipahatkan pada kaki candi yang tertimbun.
b. Relief Lalitavistara
Menceritakan riwayat sang Budha Gautama sejak lahir sampai khotbah pertama di Taman Rusa. Dipahatkan pada dinding sebagian lorong pertama.
c. Relief Jatakamala-Awadana
Berupa kumpulan sajak yang menceritakan perbuatan Sang Budha Gautama dan para Bodhisatwa semasa hidupnya. Dipahatkan pada dinding sebagain lorong pertama dan kedua.
d. Relief Gandhawiyuha-Bhadracari
Menceritakan usaha Shudana mencari ilmu yang tinggi sampai Sudhana bersumpah mengikuti Bodhisatwa Samanthabhadra. Diphatkan pada dinding lorong kedua sampai keempat.
3. Seni Pertunjukan
Menurut J.L.A. Brandes salah satu seni pertunjukan asli yang dimiliki bangsa Indonesia sebelum masuknya unsur-unsur budaya India adalah gamelan. Selama berabad-abad gamelan mengalami perkembangan dengan masuknya unsur-unsur budaya baru, baik dalam bentuk maupun tulisannya. Gambaran tentang gamelan Jawa Kuno pada masa Kerajaan Majapahit dapat dilihat pada beberapa sumber, seperti pada prasasti dan kitab kesusastraan.
4. Seni Sastra dan Aksara
Perkembangan seni sastra di Indonesia juga mendapat pengaruh India. Pada waktu itu, seni sastra ada yang berbentuk prosa dan tembang (puisi). Berdasarkan isinya, kesusastraan dapat dikelompokan menjadi tutur (pitutur kitab keagamaan), kitab hukum, dan wiracarita (kepahlawanan). Di Indonesia, wiracarita sangat terkenal terutama kitab Ramayana dan Mahabarata. Selanjutnya muncul wiracarita hasil gubahan dari para pujangga Indonesia, seperti kitab Bharatayuda yang digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh.
Dengan berkembangnya karya sastra terutama yang bersumber dari kitab ramayana dan mahabaratha, melahirkan seni pertunjukan wayang kulit (wayang purwa). Di Indonesia khususnya di Jawa pertunjukan wayang sudah bukan hal yang baru. Isi dan cerita wayang banyak mengandung nilai-nilai yang bersifat pendidikan (edukatif). Cerita dalam pertunjukan berasal dari India, tetapi wayangnya asli Indonesia. Seni pahat dan ragam yang ada pada wayang disesuaikan dengan seni di Indonesia. Selain bentuk dan ragam hias wayang, muncul pula tokoh pewayangan yang asli di Indonesia, yaitu tokoh punakawan (Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong). Tokoh punakawan tersebut tidak ditemukan di India.
Dengan didukung penggunaan huruf Pullawa, seni sastra berkembang cepat, misalnya dalam karya sastra Jawa Kuno. Pada prasasti yang ditemukan terdapat unsur India dengan unsur budaya Indonesia. Selain bentuk dan ragam hias wayang, muncul pula tokoh pewayangan yang asli Indonesia, yaitu tokoh punakawan (Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong). Tokoh punakawan tersebut tidak ditemukan di India.
Dengan didukung penggunaan huruf Pallawa, seni sastra berkembang cepat, misalnya dalam karya sastra Jawa Kuno. Pada prasasti yang ditemukan terdapat unsur India dengan unsur budaya Indonesia, misalnya ada prasasti dengan huruf Negatif (India) dan huruf Bali kuno (Indonesia). Di Indonesia prasasti dapat dikelompokan sesuai bahasanya.
- Prasasti dalam bahasa Sansekerta, misalnya prasasti yang dipahatkan pada tiang batu (yupa) di wilayah Kerajaan Kutai, prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara (Prasasti Ciaruteun, Prasasti tugu, dan Prasasti Cidanghiang).
- Prasasti yang menggunakan bahasa Jawa Kuno, misalnya prasasti Kedu, prasasti Dinoyo, dan prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Mataran Kuno.
- Prasasti dalam bahasa Melayu Kuno, banyak ditemukan di Sumatera, misalnya prasasti Kedukan Bukit, prasasti Talang Tuo, dan Prasasti Telaga Batu (semuanya peninggalan Kerajaan Sriwijaya).
- Prasasti dalam bahasa Bali kuno, digunakan oleh kerajaan-kerajaan Bali, contohnya prasasti dalam huruf Bal kuno adalah prasasti Jualah dan Prasasti Ugrasena.
5. Sistem Kepercayaan
Masyarakat di kepulauan Indonesia sejak zaman praaksara telah mengenal simbol-simbol yang bermakna filosofi, misalnya kalau ada yang meninggal di dalam kuburannya disertakan juga dengan benda-benda sebagai bekal kubur. Masyarakat pada waktu itu sudah mempercayai adanya kehidupan sesudah meniggal, yakni sebagai roh halus. Oleh karena itu, roh nenek moyang dipuja oleh orang yang masih hidup (animisme).
Meskipun telah masuk pengaruh India ke Nusantara, kepercayaan animisme tidak pernah, seperti pada fungsi candi. Fungsi candi di India adalah sebagai tempat pemujaan, sedangkan di Indonesia di samping sebagai tempat pemujaan candi juga sebagai makam raja atau untuk menyimpan abu jenazah raja yang telah meninggal. Itulah sebabnya peripih tempat penyimpanan abu jenazah raja didirikan patung raja dalam bentuk mirip dewa yang dipujanya. Hal tersebut jelas merupakan perpaduan antara fungsi candi di India dan tradisi pemakaman serta pemujaan roh nenek moyang di Indonesia. Bentuk bangunan lingga dan yoni merupakan tempat pemujaan terutama untuk orang-orang Hindu penganut Syiwaisme. Secara filosofis lingga dan yoni adalah lambang kesuburan dan lambang kemakmuran.
6. Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan yang dianut di Indonesia sebelum masuknya pengaruh Hindu-Budha ke Indonesia adalah sistem pemerintahan desa yang dipimpin oleh seorang kepala suku dan dipilih berdasarkan kekuatan dan kelebihannya. Dengan masuknya pengaruh Hindu ke Indonesia muncul konsep dewa raja. Pimpinan tertinggi dalam sebuah kelompok adalah seorang raja yang diyakini sebagai titisan atau reinkarnasi dewa (dewa Syiwa maupun dewa Wisnu). Konsep ini melegitimasi pemusatan kekuasaan pada raja.
Dari konsep tersebut, di Indonesia mulai mengenal sistem pemerintahan kerajaan dengan raja sebagai pimpinan tertinggi dibantu sejumlah pejabat yang bertugas sesuai fungsinya, misalnya urusan ketatanegaraan, agama, dan hukum. Salah satu bukti adanya akulturasi dalam bia=dang pemerintahan, misalnya seorang raja harus berwibawa dan dipandang memiliki kekuatan gaib seperti pada pemimpin masa sebelum Hindu-Budha. Oleh karena raja memiliki kekuatan gaib, raja dipandang dekat dengan dewa. Raja kemudian disembah dan kalau raja sudah meninggal rohnya dipuja.
7. Arsitektur
Selain bangunan, seni rupa dan seni ukir, seni pertunjukan, seni sastra dan aksara, sistem kepercayaan serta sistem pemerintahan, bentuk akulturasi lain adalah arsitektur pada bangunan-bangunan keagamaan. Pada masa Hindu bangunan keagamaan berupa candi atau arca sangat dikenal. Hal itu dapat dilihat pada bangunan sakral peninggalan Hindu, seperti candi Sewu dan candi Songo.
PAda zaman praaksara, bangunan suci punden berundak sudah berkembang sebagai
penggambaran alam semesta yang bertingkat-tingkat. Tingkat paling atas yaitu tempat pesemayaman nenek moyang. Punden berundak menjadi sarana untuk pemujaan terhadap roh nenek moyang.
Alas atau kaki candi berbentuk persegi/bujur/ sangkar ketinggian menyerupai batu dan dicapai melalui tangga yang langsung pada bilik candi. Di tengah kaki candi terdapat perigi tempat menanam peripih. Bagian kaki candi disimbolkan sebagai kamaloka dalam ajaran Budha atau Burloka dalam ajaran Hindu.
Pada umumnya denah bagian tubuh candi berdimensi lebih kecil daripada alasannya, sehingga membentuk serambi. Pada bagain tubh tersebut dapat berbentuk kubus atau silinder yang berisi satu atau empat bilik. Pada bagian atas tiap pintu masuk candi dihiasi kepala kala yang dikenal sebagai banaspati (lambang penjaga). Pada bagian atas candi selalu terdiri dari susunan tingkatan yang kecil ke atas yang diakhiri dengan mahkota. Mahkota tersebut dapat berupa stupa linga, ratna, atau berbentuk kubus. Pada bagian atas disimbolkan sebagai temapt bersemayaman dewa.
Candi secara kesesluruhan menggambarkan hubungan makrokosmos atau alam semesta yang dibagi menjadi alam bawah, alam antara, dan alam atas. Alam bawah tempat manusia yang masih mempunyai nafsu, alam antara tempat manusia telah meninggalkan keduniawian dan dalam keadaan suci menemui tuhannya serta alam atas tempat dewa-dewa.
Sumber:6 Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu-Budha (Bangunan,Seni Rupa,Ukir, Sastra dan Aksara, Sistem Kepercayaan, Pemerintahan)
0 Response to "6 Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu-Budha (Bangunan,Seni Rupa,Ukir, Sastra dan Aksara, Sistem Kepercayaan, Pemerintahan)"
Posting Komentar